Mbah Hasyim Asy'ari tak sebatas seorang Ulama, Kyai, 'Alim, dan Guru jutaan umat Islam di Indonesia, tapi dia pun seorang Suami. Ingin kubincangkan ia dalam posisi ini.
Bagiku, tak ada percakapan yang lebih seksi dan romantis, selain percakapan Mbah Hasyim Asy'ari dengan Istrinya. Ini kulihat dari sebuah film yang menceritakan tentangnya: 'Sang Kyai'.
"Bapak setiap saat selalu saja mendo'akan para Santri. Apakah bapak pernah mendo'akanku?" Istri Mbah Hasyim mengeluh. Cemburu. Begitulah perempuan, memang.
Dengan senyum yang bijak, seraya melipat sajadah bekas shalatnya, Mbah Hasyim menjawab, "Ketika berdo'a kepada Allah agar bapak dijauhkan dari api neraka, sesungguhnya kamu masuk dalam do'a itu. Karena kamu adalah bagian dari diri bapak."
Mendengar itu, Istri Mbah Hasyim seketika tersenyum, rasa syukurnya meledak, bahagia, dan puncaknya, adalah lelehan air mata. Wahai.!
Apakah Mbah Hasyim sedang merayu istrinya agar tak marah? Tidak.! Sedang membesarkan hati kekasihnya? Bukan.! Gombal? Itu apa lagi.!
Aku meyakini, memang demikianlah yang dirasakan Mbah Hasyim, dia dan istrinya memang telah masuk pada peristiwa 'kesatuan'. Jalaliyah Tuhan yang ada pada dirinya, dan Jamaliyah Tuhan yang ada pada istrinya, telah melebur menjadi Satu. Dia adalah Istrinya, istrinya adalah dia. Perbedaan pun pecah. Tiada. Titik.!
Pertanyaannya, untuk mencapai 'kesatuan' itu, apakah dirasakan Mbah Hasyim dan Istrinya dengan seketika? Kukira tidak.! Mereka tentu melewati pertengkaran, cemburu, curiga, marah, dan diam, dalam waktu yang tak sebentar ketika merawat rumah tangganya. Kesabaranlah, yang lagi-lagi menjaga keutuhan sebuah asmara.
Ketika Istrinya menangis bahagia, aku sempat mengkhayalkan Mbah Hasyim berjalan mendekati, lalu membisikan sesuatu, "Kekasih, aku memang lelaki sederhana, tapi bukan berarti tak mampu memberimu cahaya.."
Ah, sudahlah.! Jika kulanjutkan tulisan ini, bisa-bisa khayalanku tak terkendali.
Januari. 05.2016
0 komentar:
Posting Komentar