Home » » DANGDING DINGDANG DINGDEUR

DANGDING DINGDANG DINGDEUR

Written By Sanghyang Mughni Pancaniti on Minggu, 03 Juli 2016 | 09.26


Saya selalu yakin, masyarakat Sunda sudah tak asing dengan nyanyian rakyat yang berbunyi:

Dangding.. Dingdang.. Dingdeur..
Dangding.. Dingdang.. Dingdeur..

Biasanya, tembang ini selalu dilantunkan anak-anak ketika bermain santai, atau dibisikkan orang tua kepada anaknya agar terhibur dan tertidur. Awalnya, saya merasa aneh kepada sang ibu yang dulu seringkali menyanyikan lagu ini, begitu penuh ketenangan dan kekhusyuan. "Apa makna kalimat ini sebenarnya?" Tanya saya kala itu dalam hati.

Ketika sudah besar, karena penasaran atas makna kalimat itu, saya coba telusuri dengan diskusi dan membaca. Rupanya, kata dasar dari lirik tersebut tak sepanjang itu, tapi kalimat sejatinya ada di awal dan akhir, yaitu 'DANGDEUR'. Saya pun melanjutkan penelusuran tentang arti kata Dangdeur dalam kamus Bahasa Sunda: Singkong. Ya, arti Dangdeur adalah singkong.

Dalam Khazanah Sunda, ada sebuah peribahasa cukup terkenal untuk menggambarkan karakteristik Singkong, 'Kaluhur beutian, kahandap akaran'. Artinya, apapun yang ada pada diri singkong, tak ada yang tak bermanfaat. Dari mulai tangkai, daun, daging, sampai kulitnya, sangat bisa diolah untuk kemanfaatan bagi manusia.

Saya mulai mengerti, kenapa saat menyanyikan lagu 'Dangding Dingdang Dingdeur', ibu saya begitu tenang dan khusyu, karena rupanya, lagu ini adalah doa, adalah harapan, agar kelak saya bisa menjadi seperti singkong: Apa pun yang ada di dalam diri saya, menjadi manfaat untuk sesama. Sebagaimana Sang Nabi Agung bersabda, "Sebaik-baik manusia, adalah yang bermanfaat untuk manusia lainnya."

Oleh: Sanghyang Mughni Pancaniti
Share this article :

2 komentar:

 
Copyright 2013 @ Pena Sanghyang Mughni Pancaniti
"Template by Maskolis"