‘Hari ini saya belum mendapatkan rejeki sama sekali!”, keluhan
seorang pedagang yang belum mendapatkan uang sepeser pun setelah
berdagang dari pagi hingga sore hari. Ya, rejeki. sesuatu yang
sering kita pinta kepada Tuhan, sesuatu yang selalu kita cari setiap
hari, sesuatu yang sangat diidam-idamkan oleh manusia. Rejeki selalu
kita identikan dengan uang atau hal-hal yang bersifat materi. jika dapat
uang berarti dapat rejeki, dan jika tak dapat uang berarti tak dapat
rejeki.
Secara tidak disadari, kita telah mengkerdilkan makna ‘Rejeki’. kenapa tidak kita artikan bahwa rejeki itu adalah segala sesuatu yang bermanfaat dalam kehidupan kita. sehingga menghirup udara itu adalah rejeki, masih bisa berjalan adalah rejeki, tak lelah bernafas dan berkedip adalah rejeki, mampu beribadah adalah rejeki, ilmu yang didapat adalah rejeki, bahkan musibah pun bisa menjadi rejeki jika kita mampu menarik ilmu dan manfaat dari sesuatu yang kita anggap musibah itu.
Kita sering kali ‘ngaleuleungit’ rejeki yang telah dianugrahkan kepada kita, sehingga Tuhan memperingatkan kita secara berulang-ulang dalam kitab-Nya”Nikmat mana lagi yang akan kalian dustakan??”. Sesungguhnya rejeki tidak sama dengan uang. mendapatkan uang belum tentu mendapatkan rejeki, mungkin itulah awal dari malapetaka. Dan tidak mendapatkan uang belum tentu tidak mendapatkan rejeki, sebab kalau jiwa kita siap, itu bisa jadi awal dari datangnya rejeki disaat berikutnya. walau tidak berupa uang.
Tuhan selalu kita tuduh dengan berucap, “Hari ini Tuhan tidak kasih saya rejeki”, karena pada hari itu kita tidak mendapatkan uang. seakan-akan Tuhan itu pelit. Padahal rejeki itu selalu dilimpahkan-Nya tanpa bosan kepada kita setiap hari. Dalam al-Qur’an mungkin kita pernah mendengar bahwa Allah mengaruniakan rejeki kepada binatang. jika kita artikan rejeki hanya sebatas uang, maka kita akan lihat segerombolan kera yang sedang khusyu menghitung uang, sekelompok harimau yang penuh kesungguhan berinvestasi di Bank agar bunganya meningkat, atau sekawanan burung yang sedang asyik membelanjakan uangnya di supermarket, tapi itu semua tak pernah kita lihat. karena memang rejeki itu tak sebatas uang, tapi adalah segala sesuatu yang bermanfaat untuk kehidupan kita.
Lupakah kita kepada sang surya yang tidak dilelahkan-Nya untuk selalu memberi kita cahaya? Lupakah kita kepada air yang terus dialirkan-Nya tanpa pernah habis? Lupakah kita kepada udara yang disetiakan-Nya untuk terus mengelilingi kita setiap waktu? bukankah semua itu rejeki yang tak pernah dipadamkan oleh Tuhan buat kita? sesungguhnya sampai kapan rejeki (nikmat) Tuhan akan terus menerus kita dustakan? kita tutup-tutupi? dan kita sembunyikan?
Secara tidak disadari, kita telah mengkerdilkan makna ‘Rejeki’. kenapa tidak kita artikan bahwa rejeki itu adalah segala sesuatu yang bermanfaat dalam kehidupan kita. sehingga menghirup udara itu adalah rejeki, masih bisa berjalan adalah rejeki, tak lelah bernafas dan berkedip adalah rejeki, mampu beribadah adalah rejeki, ilmu yang didapat adalah rejeki, bahkan musibah pun bisa menjadi rejeki jika kita mampu menarik ilmu dan manfaat dari sesuatu yang kita anggap musibah itu.
Kita sering kali ‘ngaleuleungit’ rejeki yang telah dianugrahkan kepada kita, sehingga Tuhan memperingatkan kita secara berulang-ulang dalam kitab-Nya”Nikmat mana lagi yang akan kalian dustakan??”. Sesungguhnya rejeki tidak sama dengan uang. mendapatkan uang belum tentu mendapatkan rejeki, mungkin itulah awal dari malapetaka. Dan tidak mendapatkan uang belum tentu tidak mendapatkan rejeki, sebab kalau jiwa kita siap, itu bisa jadi awal dari datangnya rejeki disaat berikutnya. walau tidak berupa uang.
Tuhan selalu kita tuduh dengan berucap, “Hari ini Tuhan tidak kasih saya rejeki”, karena pada hari itu kita tidak mendapatkan uang. seakan-akan Tuhan itu pelit. Padahal rejeki itu selalu dilimpahkan-Nya tanpa bosan kepada kita setiap hari. Dalam al-Qur’an mungkin kita pernah mendengar bahwa Allah mengaruniakan rejeki kepada binatang. jika kita artikan rejeki hanya sebatas uang, maka kita akan lihat segerombolan kera yang sedang khusyu menghitung uang, sekelompok harimau yang penuh kesungguhan berinvestasi di Bank agar bunganya meningkat, atau sekawanan burung yang sedang asyik membelanjakan uangnya di supermarket, tapi itu semua tak pernah kita lihat. karena memang rejeki itu tak sebatas uang, tapi adalah segala sesuatu yang bermanfaat untuk kehidupan kita.
Lupakah kita kepada sang surya yang tidak dilelahkan-Nya untuk selalu memberi kita cahaya? Lupakah kita kepada air yang terus dialirkan-Nya tanpa pernah habis? Lupakah kita kepada udara yang disetiakan-Nya untuk terus mengelilingi kita setiap waktu? bukankah semua itu rejeki yang tak pernah dipadamkan oleh Tuhan buat kita? sesungguhnya sampai kapan rejeki (nikmat) Tuhan akan terus menerus kita dustakan? kita tutup-tutupi? dan kita sembunyikan?
0 komentar:
Posting Komentar