Jika suata saat nanti saya dianugrahkan untuk bisa menciptakan seekor binatang, saya akan atur peredaran darahnya, saya susun tulang belulangnya, saya bungkus tulang itu dengan daging, kemudian saya balut semua itu dengan kulit. Setelah itu saya pasangkan bermacam asesoris seperti telinga, mata, hidung, lidah, gigi, tangan, kaki, ekor, dan bulu bulu, serta berbarengan dengan fungsinya. Jika telah sempurna menjadi seekor binatang, maka saya akan mengatur setiap gerak-gerik hidupnya. Agar ia masuk dalam ide penciptaan saya yang bertujuan mencapai nilai luhur dan agung.
Saya tidak akan hanya memerintahkan binatang tersebut untuk melakukan ini, jangan berbuat itu, jangan makan apa saja, atau apa pun. Tapi disamping itu, saya akan memberinya fasilitas yang memadai: saya kasih makan minum, dan memberinya bekal berupa indra serta kegunaannya, dan saya pun menjamin seluruh unsure kehidupan binatang itu. Jika dia melakukan apa yang saya ingin, meninggalkan apa yang saya tidak mau, maka makanan dan minumannya akan saya tambah lebih banyak, dan semua indranya akan saya buat semakin tajam. Tapi jika dia tidak melakukan apa yang saya perintahkan, dan justru mendobrak apa yang saya larang, padahal sudah saya beri bekal dan fasilitas, maka tidak akan menunggu lama, akan saya sembelih saja hewan tersebut. Toh saya yang buat dan saya juga yang memfasilitasi. Jadi saya bisa berbuat apa saja.
Bagaimanakah dengan Tuhan? Apakah Dia akan berlaku sama seperti saya ketika ciptaan-Nya membelok dari jalur yang Dia tetapkan?. Untungnya Dia bukan saya. Walau pun Dia yang menciptakan mata, telinga, mulut, tangan, kaki, jantung, darah, usus, lambung, dan segala yang ada dalam diri kita. Tapi Dia tidak lantas mengambil semua itu tatkala melihat kita sedang menipu-Nya habis-habisan. Dia yang menidurkan dan membangunkan kita setiap hari, Dia yang memasang satu radar syaraf yang membuat kita tahu bahwa kita ingin kencing atau berak, dia yang mengalirkan darah dari atas ke bawah dari bawah ke atas, Dia juga yang tak hentin-hentinya mendenyutkan jantung dan nadi kita, serta yang mengkedipkan mata kita, tapi Dia tidak langsung menghabisi kita tatkala Dia tahu kalau kita begitu biadab dan selalu berlaku makar terhadap-Nya. Dan Dia lah pemberi saham seratus persen dalam kehidupan ini, namun Dia tetap mesra terhadap hamba-Nya yang belum mau memesrai-Nya. Dia begitu sabar menunggu tanggung jawab kita dalam mengabdi kepada-Nya.
Saya tidak akan hanya memerintahkan binatang tersebut untuk melakukan ini, jangan berbuat itu, jangan makan apa saja, atau apa pun. Tapi disamping itu, saya akan memberinya fasilitas yang memadai: saya kasih makan minum, dan memberinya bekal berupa indra serta kegunaannya, dan saya pun menjamin seluruh unsure kehidupan binatang itu. Jika dia melakukan apa yang saya ingin, meninggalkan apa yang saya tidak mau, maka makanan dan minumannya akan saya tambah lebih banyak, dan semua indranya akan saya buat semakin tajam. Tapi jika dia tidak melakukan apa yang saya perintahkan, dan justru mendobrak apa yang saya larang, padahal sudah saya beri bekal dan fasilitas, maka tidak akan menunggu lama, akan saya sembelih saja hewan tersebut. Toh saya yang buat dan saya juga yang memfasilitasi. Jadi saya bisa berbuat apa saja.
Bagaimanakah dengan Tuhan? Apakah Dia akan berlaku sama seperti saya ketika ciptaan-Nya membelok dari jalur yang Dia tetapkan?. Untungnya Dia bukan saya. Walau pun Dia yang menciptakan mata, telinga, mulut, tangan, kaki, jantung, darah, usus, lambung, dan segala yang ada dalam diri kita. Tapi Dia tidak lantas mengambil semua itu tatkala melihat kita sedang menipu-Nya habis-habisan. Dia yang menidurkan dan membangunkan kita setiap hari, Dia yang memasang satu radar syaraf yang membuat kita tahu bahwa kita ingin kencing atau berak, dia yang mengalirkan darah dari atas ke bawah dari bawah ke atas, Dia juga yang tak hentin-hentinya mendenyutkan jantung dan nadi kita, serta yang mengkedipkan mata kita, tapi Dia tidak langsung menghabisi kita tatkala Dia tahu kalau kita begitu biadab dan selalu berlaku makar terhadap-Nya. Dan Dia lah pemberi saham seratus persen dalam kehidupan ini, namun Dia tetap mesra terhadap hamba-Nya yang belum mau memesrai-Nya. Dia begitu sabar menunggu tanggung jawab kita dalam mengabdi kepada-Nya.
By: Sanghyang Mughni Pancaniti
0 komentar:
Posting Komentar