Kyai..
Santrimu yang jauh ini hanya mampu mengucap berbela sungkawa, ketika mendengar kekasihmu dipeluk Yang Maha Cinta. Tiba-tiba! Meski aku tak bisa melihatmu yang tengah dipenuhi rana, izinkan aku untuk ikut menelan duka, melalui getar dan doa.
Kyai..
Dalam sajak benar sekali apa yang kau kata, bahwa cintamu pada Bu Nyai lebih besar dari cinta Romi pada Julia, Qais pada Laila, bahkan Adam pada Hawa. Sebab aku tak melihat cara mencinta mereka dengan mata kepala, sedangkan kau tersaksikan meski cara mencintamu sederhana.
Kyai..
Kesedihanmu pasti seperti Rasulullah saat ditinggalkan Khadijah radiyalluhu anha, yang untuk menghibur sedihnya, Allah secara pribadi menemui beliau di Sidratul Muntaha. Kau pun pasti sedang merasakan yang dialami Gandi dari India, yang meski berkali-kali disiksa dan dipenjara, tak sedikit pun pernah menitikkan air mata. Namun ketika Istrinya tiada, barulah ada air yang tumpah pada jelaganya.
Kyai..
Semoga Bu Nyai menghadap Tuhan dengan jiwa yang tenang dan penuh cinta, sehingga seluruh malaikat berduyun-duyun menjemputnya, karena beliau pulang keharibaan di bulan yang amat mulia. Bulan dimana Tuhan hanya ingin mencipratkan ampunan dan karunia, bulan dimana tertutupnya seluruh pintu neraka, dan terbukanya seluruh pintu sorga.
Kyai..
Dalam selimut dukamu aku berdoa, semoga hatimu dianugrahi sabar tawakal sekuat baja, hingga makhluk bernama luka tak mampu mengada. Kemudian kau ajari lagi kami mencari ilmu tanpa putus asa, menyayangi manusia dengan segenap jiwa, dan tetap beragama dengan penuh cinta. Dan juga, kau tetap membimbing kami untuk menjelmakan Islam sebagai rahmat bagi sesama, bagi nusantara, bagi dunia, dan bagi seluruh semesta.
Bandung. 01-07.16
Oleh: Sanghyang Mughni Pancaniti
0 komentar:
Posting Komentar