Home » » MUSYAWARAH QASIDAH BURDAH

MUSYAWARAH QASIDAH BURDAH

Written By Sanghyang Mughni Pancaniti on Rabu, 28 Juni 2017 | 23.34



Ya, kulihat dia yang kucinta
Berjalan di malam hari
Mataku tak bisa terpejam dibuatnya
Cinta menukar riang jadi duka
(Imam Busyiri)

Petikan Qasidah Burdah di atas, yang sampai hari ini kita baca, terutama oleh warga Nahdliyin, adalah hasil perjuangan dan perjalanan ruhani Imam Busyiri. Pada mulanya ia adalah seorang Muslim 'abangan', setengah tubuhnya lumpuh, kemudian di satu tidurnya bertemu Kanjeng Nabi, setelah sebelumnya ia membaca sajak-sajak pujian dan berdoa pada Tuhan dengan penuh air mata.

Dalam mimpi itu, Kanjeng Nabi memberinya sebuah jubah sufi atau burdah, "Kemudian aku terbangun, dan kulihat diriku telah mampu berdiri." kata Imam Busyiri. Dari sinilah nama Qasidah Burdah muncul, yang sebelumnya bernama Qasidah al-Mimiyah.

Melihat akar sejarahnya dalam sastra Arab, puisi-puisi yang khusus memuji kepribadian Kanjeng Nabi ini disebut sebagai al-Madaih atau Na'tiyah. Yang pertama-tama menulisnya adalah Hasan ibn Sabit, Ka'b bin Malik, dan Abdullah ibn Rawahah.

Abdul Hadi W.M menjelaskan, "Dengan munculnya karya al-Busyiri, sebagaimana munculnya karya Majduddin Sana'i dalam bahasa Persia, al-Mada'ih atau puisi Na'tiyah mencapai babakan baru, yaitu babakan sufistik, karena mendapatkan nafas tasawwuf."

Ini tentu tak lepas dari pribadi Imam Busyiri, yang dalam fiqih ia bermadzhab Syafi'i, dan dalam bertasawwuf ia menganut Tarekat Syadziliyyah. Ia menciptakan sajak-sajak pujian pada Kanjeng Nabi, sebab ia yakin, hanya tubuh Muhammad yang fana, tapi rohaninya abadi.

Qasidah Burdah karya Busyiri telah diterjemahkan dalam bahasa Persia, Turki, Urdu, Punjabi, Swahili, Pastun, Melayu, Sindi dan lain-lain. Di barat, seperti Inggris, Prancis, Jerman dan Italia, tak ketinggalan menterjemahkan karya agung itu.

Banyak yang mengakui, bahwa karya Busyiri ini memberi pengaruh yang tak sedikit dalam metode dakwah Islam, pendidikan, dan ilmu retorika, demikian pula bagi Muslim Nusantara. Akan tetapi, oleh mereka yang 'puber akidah', Qasidah Burdah ini dianggap bid'ah dan salah, dengan menggunakan alasan yang cuma tiga kata: TIDAK DIAJARKAN NABI. Ah, teu rame!!!

Oleh: Sanghyang Mughni Pancaniti
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2013 @ Pena Sanghyang Mughni Pancaniti
"Template by Maskolis"