Hampir 100 buku telah ia terjemahkan. Dari mulai karya Murtadha Muthahari, Ali Syariati, Sayyid Quthb, Hassan al-Banaa dan pemikir-pemikir muslim lainnya. Ia adalah Prof. Afif Muhammad.
Buku yang diciptanya memang tak sebanyak yang dicipta Tere Liye, tapi percayalah, bagi anda yang sangat menikmati buku-buku pemikiran Islam yang diterbitkan Pustaka, Mizan lama, dan Pustaka Hidayah, tangan dan pemikirannya amatlah berjasa sehingga buku itu ada di hadapan anda.
Entah kenapa, setiap beliau datang ke toko, saya selalu ingin berdiri memberinya hormat, mencium tangannya, lalu mempersilahkannya duduk. Saya bahkan kerap menyuruh kawan-kawan yang sedang kebetulan menongkrong, untuk keluar terlebih dahulu. Tapi bukannya senang, Prof. Afif malah merasa tak enak, "Sudah ndak apa-apa, duduk saja di sini. Jangan karena ada saya, kalian jadi terganggu.."
Salah satu yang membuat saya bahagia pada kedatangannya, sebab saya selalu mendambakan sebetik ilmu untuk disampaikannya. Maklum, selama kuliah S1, saya tak pernah mendengar petuah seorang Profesor.
Misalnya pada satu ketika, beliau pernah meraba buku 'Empat Esai Kebebasan' karangan Isaiah Berlin yang lama tak terjual.
"Buku ini gak ada yang beli?" tanyanya.
"Belum datang jodohnya, Prof." balas saya sambil tersenyum.
Kemudian ia menumpahkan apa yang ia dapatkan di dalam buku ini.
"Salah satu yang paling saya ingat dalam buku ini, adalah tentang dua kebebasan. Pertama adalah kebebasan negatif, kedua kebebasan positif." tandas Prof. Afif.
"Maksud kebebasan negatif, Prof?"
"Misalnya begini, ketika mengendarai motor, Mughni melihat lampu merah menyala, mughni tidak mau menerobosnya karena tau ada polisi di sekitarnya. Atau ada dosen masuk kuliah, karena ia takut tak dapat gajih dan tunjangan, atau takut dipecat dan diberhentikan atasan. Nah dalam pandangan Isaiah Berlin di buku ini, hal semacam itu disebut kebebasan negatif: kita (bebas) melakukan sesuatu, karena merasa ada pihak lain yang mengawasi dan memerintahkan."
"Lalu jika kebebasan positif?"
"Jika kita sudah menerima dan meyakini bahwa sesuatu itu baik dan benar, ya sudah lakukan. Mughni tidak melabrak lampu merah, sebab mughni sudah menerima bahwa ini nilai atau aturan yang baik, dan Mughni menyadari jika saya langgar lampu merah ini akan mengakibatkan kecelakaan pada diri sendiri dan orang lain. Atau dosen, ia masuk dan mengajar di kampus, sebab ada kesadaran bahwa dirinya seorang pendidik, memilik tugas untuk menyampaikan ilmu pengetahuan pada mahasiswanya. Inilah yang disebut kebebasan positif: kita (bebas) melakukan sesuatu atas kesadaran diri sendiri, sebab kita telah menerima bahwa sesuatu yang kita lakukan itu baik dan benar."
Oleh: Sanghyang Mughni Pancaniti
0 komentar:
Posting Komentar