Home » » 1. BISMILLAH: ATAS KETINGGIAN CINTA

1. BISMILLAH: ATAS KETINGGIAN CINTA

Written By Sanghyang Mughni Pancaniti on Rabu, 09 Maret 2016 | 09.08


(Bahasan Pertama Tarekat Bedusiyah) 
Simbol untuk menyebut identitas diri, dalam masyarakat kita adalah 'Nama'. Konon, menurut Kyai Bedus, Mursyid Tarekat Bedusiyah, arti kata itu adalah 'Keabadian' jika menengok bahasa Sangkrit. Kenapa demikian, karena karakter masyarakat Nusantara tak mudah untuk melupakan para leluhurnya, maka Nama dan Keabadian menjadi suatu yang niscaya. Kita memang tak sejalan dengan Gibran, bahwa alasan kita tercipta hanya untuk "Hidup, lahir, berlalu..". Tidak, kita harus menyejarah, harus mengabadi, sesuai Nama yang disimpan di pundak.
Berbeda dengan Arab, simbol untuk menyebutkan identitas diri adalah 'Ismun', yang bermakna 'Ketinggian'. Tak aneh jika langit yang tinggi itu, disebut dengan 'Samaa'. Bagi Kyai Bedus, ketika al-Qur-an menyebut 'Asmaa A Kullaha', itu merupakan sebetik pesan jika yang Allah ajarkan kepada Adam adalah ketinggian-ketinggian, pemaknaan-pemaknaan, hakikat-hakikat, dan filosofis-filosofis yang tenggelam pada tubuh semesta.
Kyai Bedus tak hanya merangsang para Santrinya untuk berfikir sampai disana, tapi selanjutnya mengajak mereka menerapkan pada kalimat 'Bismillah'. Ia menerjemahkan kalimat agung ini dengan 'Atas Ketinggian Allah'.
Rupanya, Kyai Bedus masih ingin membongkar kata 'Allah' dari sudut bahasa. Menurutnya, awal mulai nama itu adalah Walaha, Yulihu, Ilahan, artinya Cinta. Akan tetapi, Walaha adalah setinggi-tinggi konsep cinta. Dari dalam dirinyalah, terlahir beberapa sebutan untuk cinta semacam Rahman, Rahman, Isq, dan Hub.
Walaha ini untuk seterusnya, 'diselundupkan' oleh Ulama-ulama Nusantara pada bahasa pergaulan sehari-hari. Bukankah tak jarang, diantara kita merespon sesuatu dengan ungkapan, "Walah.!"? Atau "Weleh-weleh.."?
Betapa keberagamaan Masyarakat kita memang sangat romantik. Kepada Agama saja kita bukan 'Menganut', melainkan 'Memeluk'. Ini bisa menjadi isyarat, jika Islam yang dibumikan di Nusantara adalah dengan jalan Cinta.
Sambil senyum-senyum sendiri, Kyai Bedus bergumam, "Bismillah, biasa dimaknai Dengan Menyebut Nama Allah, tapi bisa juga diartikan Atas Ketinggian Cinta."
Walah.!
Bersambung...
Oleh: Sanghyang Mughni Pancaniti
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2013 @ Pena Sanghyang Mughni Pancaniti
"Template by Maskolis"