Dalam satu pengajian Muhammad Ainun Nadjib (Cak Nun) di Yogyakarta, yang bertema Tafakur Akhir Zaman, Gus Mus hadir sebagai tamu kehormatan. Di situ, Cak Nun memposisikan diri sebagai Moderator, dan Gus Mus lah yang diberi keleluasaan bicara, ditanya, dan disapa oleh para Jamaah yang hadir. Betapa kehadiran Gus Mus, dinilai Cak Nun sebagai 'Pertemuan Agung'.
Sambil tersenyum-senyum, Gus Mus menceritakan pertemuannya dengan sebuah truk, yang di belakangnya ada gambar Pak Harto sambil berkata, "Piye kabare? Enak jamanku to?". Mungkin karena kalimat itu bukan pertama kali ditemuinya, dengan spontan Gus Mus menjawab, "Ya iya lah, Mbah, jamanmu Soeharto-nya cuma satu, tapi hari ini semuanya Soeharto."
Bagi Gus Mus, sepertinya, Soeharto adalah simbol pemimpin yang ingin kaya, lewat cara apapun! Buktinya, selama kurang lebih tiga puluh dua tahun menjabat Presiden, kekayaan Soeharto sangatlah bertumpuk. Dan hari ini, yang menumpuk harta dengan cara apapun, jumlahnya tak sedikit. Tak aneh jika Gus Mus menjawab 'sapaan' itu, dulu Soeharto-nya satu, sekarang tidak. Banyak!
Gus Mus, menyelangi ceritanya tentang Piye Kabare, dengan konsep pendidikan Kanjeng Nabi. Dulu, katanya, jika Allah menyuruh Shalat, Nabi adalah yang pertama kali melakukan shalat. Jika Allah meminta agar baik terhadap tetangga, Nabi lah yang pertama kali baik terhadap tetangga. Jika Allah memerintahkan puasa, Nabi lah yang pertama kali melakukannya. Intinya, setiap perintah Allah turun, Nabi Muhammad lah yang pertama kali melakukan perintah itu, kemudian mengajak yang lain untuk mengikutinya. Kenapa begitu, karena Beliau akan menjadi teladan, akan menjadi contoh, untuk semesta alam.
Bagi Gus Mus, selama tiga puluh dua tahun, Soeharto mendidik bangsa Indonesia untuk menjadi orang kaya dengan metode Kanjeng Nabi. Dia dulu yang memulai mengkayakan dirinya, untuk selanjutnya diikuti bangsa Indonesia. Dan karena menggunakan metode pendidikan Kanjeng Nabi, ya pasti berhasil!
Oleh: Sanghyang Mughni Pancaniti
0 komentar:
Posting Komentar