Home » » JANGAN PERCAYA IBUMU. DIA PEMBOHONG!

JANGAN PERCAYA IBUMU. DIA PEMBOHONG!

Written By Sanghyang Mughni Pancaniti on Minggu, 03 Juli 2016 | 09.35


Sebuah Dialog Imajiner dengan anakku..

SABDA :
"Belum selesai menghitung uangnya, Bah?"

MUGHNI :
"Belum. Dua gepok lagi."

SABDA :
"Ya sudah lanjutkan saja."

MUGHNI :
"Eiiit.. Itu uang satu gepok mau kamu bawa kemana, Sabda?"

SABDA :
"Oh aku kira Abah tidak lihat. Kalau urusan uang, mata Abah awas sekali."

MUGHNI :
"Dasar.!"

SABDA :
"Bah, aku tadi ngecek Twitter, Facebook, Instagram, Line, dan BBM, orang-orang lagi rame ngucapin 'Selamat Hari Ibu'. Maksudnya apa itu, Bah?"

MUGHNI :
"Tanggal 22 Desember ini disepakati sebagai Hari Ibu. Hari dimana setiap anak mengungkapkan perasaan sayang kepada ibunya dengan beragam cara."

SABDA :
"Lha, kenapa mengungkapkan sayang kepada ibu harus nunggu tanggal 22 Desember? Bukankah sudah seharusnya pengungkapan sayang itu setiap hari? Setiap detik, malah.!"

MUGHNI :
"Mungkin karena manusia itu makhluk momentum, dia membutuhkan moment tertentu untuk melakukan sesuatu, meskipun setiap detik dia bisa melakukannya."

SABDA :
"Maksudnya?"

MUGHNI :
"Misalnya, sepasang kekasih bisa saja menikah kapan pun, tapi mereka butuh moment yang tepat. Itu kenapa tanggal pernikahan mereka pilih dengan sangat hati-hati. Atau, umat Islam sangat bisa mencintai Nabi Muhammad setiap waktu, tapi tanggal 12 Rabiul Awwal adalah moment yang tepat untuk meluapkan cinta secara terang-terangan dengan bermacam acara. Atau juga, Umat Kristiani tentu mampu mencintai Yesus pada setiap helaan nafasnya. Akan tetapi, tanggal 25 Desember adalah moment yang tepat untuk memperlihatkan cinta itu secara besar-besaran melalui perayaan Natal."

SABDA :
"Oke, oke, aku mulai mengerti. Manusia selalu membutuhkan moment. Aku sekarang ingin tanya ke Abah."

MUGHNI :
"Mau tanya apa?"

SABDA :
"Bagaimana Abah memaknai Hari Ibu?"

MUGHNI :
"Hari Ibu selalu mengingatkan Abah pada sifat asli seorang Ibu, dia adalah Pembohong."

SABDA :
"Edan.! Apa maksud Abah jika sifat asli seorang ibu adalah pembohong?"

MUGHNI :
"Demi perut anaknya, ibu akan berbohong tentang perutnya. Jika ada makanan secuil, dia akan berikan makanan itu untuk anaknya. Dia selalu bilang, 'Makanlah, Nak, ibu sudah sangat kenyang.' Padahal dia berbohong, karena sebenarnya dia pun lapar."

SABDA :
"Hmmmmm.."

MUGHNI :
"Jika kamu minta uang kepadanya, dia akan bilang, 'Baiklah, Nak, akan ibu berikan. Ibu punya tabungan.'. Padahal dia berbohong, dia bisa saja pinjam dulu ke Tetangga, yang penting kebutuhanmu terpenuhi."

SABDA :
"Waduh..!"

MUGHNI :
"Ketika kamu tidak bisa tidur pulas karena sakit, ibumu akan terus membelalakkan matanya demi menjagamu, seolah dia tidak mengantuk. Padahal dia berbohong, dia sebenarnya sudah sangat ingin tidur."

SABDA :
"Oh.."

MUGHNI :
"Ketika kamu melakukan kenakalan sebagai seorang anak, dia tak jarang memarahi atau memukulmu, seolah dia sangat ingin melakukan itu. Padahal dia berbohong, hatinya senantiasa bersimbah duka jika terpaksa memukul anak yang amat dicintainya."

SABDA :
"Ya Tuhan.."

MUGHNI :
"Kamu harus kenangkan juga saat ibumu menyusui kamu waktu kecil dulu. Ketika kamu lapar dan menangis, dia akan keluarkan payudaranya untuk kamu ambil air susunya, bahkan tak jarang di depan orang-orang, seolah dia tak punya malu. Dia bohong, Sabda, dia bohong. Demi kamu, dia rela hancurkan rasa malunya, yang merupakan sifat alami seorang perempuan. Banyak sekali kebohongan seorang ibu yang dilakukan demi anaknya."

SABDA :
"Cukup, Bah, cukup.!"

MUGHNI :
"Makanya, Sabda, jangan pernah biarkan ibumu menangis karena kamu tusuk perasaannya. Karena Tuhan akan merubah peran-Nya, dari Yang Maha Pengasih menjadi Yang Maha Penyiksa."

SABDA :
"Sudah, Bah, jangan dilanjutkan."

MUGHNI :
"Jangan terlalu sering melukai hati ibumu, meskipun ia akan selalu memaafkan semua kesalahan-kesalahanmu. Karena bisa saja, setiap pemaafannya atas kesalahan-kesalahanmu itu, sesungguhnya digenggam erat-erat oleh para Malaikat, untuk suatu saat menjadi kayu bakar nerakamu kelak.!"

Oleh: Sanghyang Mughni Pancaniti
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2013 @ Pena Sanghyang Mughni Pancaniti
"Template by Maskolis"