Kota Baghdad memerah darah, legam dengan tinta hitam, akibat serangan Hulagu Khan (Mongol) pada tahun 1258 Masehi. Sekitar 500.000 manusia mati dibunuh, buku-buku di Perpustakaan Baghdad lebur, dan bersamaan dengan itu, masa kejayaan peradaban Islam pun runtuh!
Hancurnya Perpustakaan Baghdad oleh Mongol pada waktu itu, menyisakan cacat intelektual yang sulit disembuhkan umat Islam selama beratus tahun. Bahkan sampai hari ini. Kenapa demikan? Mari kuajak kau untuk berziarah ke sejarah, yang kukutip dari novelku berjudul 'PERPUSTAKAAN KELAMIN'.
Pada masa itu, di Baghdad ada tiga perpustakaan besar yang menjadi tempat orang-orang Muslim mengkaji keilmuan, dan membangun peradaban. Pertama, perpustakan yang bernama Bayt al-Hikmah, sebuah tempat yang menjadi lembaga riset, perpustakaan, dan biro penerjemahan. Ini didirikan pada tahun 830 Masehi oleh Harun al-Rasyid. Banyak di antara buku-buku terjemahan dari bahasa-bahasa bukan Arab, seperti bahasa Yunani dan Sanskrit, yang menyemarakan perpustakaan ini. Putra Harun al-Rasyid, Khalifah Ma’mun al-Rasyid, telah mempekerjakan cendikiawan-cendikiawan terkenal seperti al-Kindi, filosof Muslim pertama, untuk menerjemahkan karya-karya Aristoteles ke dalam bahasa Arab. Al-Kindi sendiri menulis hampir tiga ratus buku tentang masalah-masalah kedokteran, filsafat sampai musik, yang ia simpan di Bayt al-Hikmah.
Khalifah Ma’mun menggaji para penerjemah, untuk merangsang upaya mereka mensahkan dan menandatangani setiap terjemahan. Khalifah Ma’mun juga mengutus banyak orangnya ke tempat-tempat yang jauh seperti India, Syiria, Mesir, untuk mengumpulkan karya-karya yang jarang dan unik. Misalnya, dokter Muslim yang terkenal, Hunain ibnu Ishaq, mengembara sampai ke Palestina guna mendapatkan Kitab al-Burhan.
Bayt al-Hikmah memiliki staf berupa sejumlah cendikiawan muslim dan non muslim yang terkenal: Qusta ibn Luqa, Yahya ibn Adi, dan diantaranya dokter asal India, Duban. Musa al-Khawarizmi, matematikawan ternama Muslim dan penemu aljabar, juga bekerja di Bayt al-Hikmah dan menulis buku terkenalnya, Kitab al-Jabr wa al Muqabilah di sini.
Selain Bayt al-Hikmah, di Baghdad juga ada perpustakaan yang terletak di Madrasah Nizamiah, didirikan pada tahun 1065 Masehi oleh Nizam al-Mulk, yang merupakan seorang perdana mentri dalam pemerintahan Saljuk Malik Syah. Koleksi di perpustakaan Nizamiah diperoleh sebagian besar melalui sumbangan. Misalnya, sejarawan Ibn al-Atsir mengatakan bahwa Muhib al-Din ibn al-Najjar al-Baghdadi mewariskan dua koleksi besar perpustakaan pribadinya kepada perpustakaan ini. Khalifah al-Nashir, menyumbangkan beribu-ribu buku dari koleksi kerajaannya.
Di antara para pengunjung perpustakaan ini, tercatat Nizam al-Mulk al-Thusi, yang bukunya tentang hubungan internasional, Siyar al-Mulk, tetap dipakai sampai hari ini. Al-Thusi, selama berkunjung ke Baghdad, menghabiskan banyak waktunya di perpustakaan Nizamiah. Perpustakaan Nizamiah mempekerjakan pustakawan-pustakawan tetap sebagai staf, yang menerima gaji sangat besar. Beberapa pustakawan terkenal Nizamiah adalah Abu Zakaria al-Tibrizi dan Yakub Sulaiman al-Askari. Pada tahun 1116 M, perpustakaan ini mengalami kebakaran hebat, hingga akhirnya dibangun kembali oleh Khalifah al-Nashir.
Selain perpustakaan Bayt al-Hikmah dan Nizamiah, perpustakaan yang tidak kalah besar di Baghdad ada di Madrasah Mustanriah, didirikan oleh Khalifah Mustansir. Bahkan di dalam perpustakaan ini terdapat pula rumah sakit. Pengelana dunia yang terkenal, Ibnu Baththuthah melukiskan dengan jelas perpustakaan Mustanriah. ‘Dari sumbangan banyak raja, perpustakaan ini mendapatkan 150 unta yang bermuatan buku-buku langka, bahkan mencapai 80.000 buku’.
Dalam karyanya berjudul 'Musyawarah Buku', Khaled Abou el-Fadel melontarkan komentar 'kejam' tentang peristiwa penghancuran buku di Baghdad itu, "Bala tentara Mongol tak pernah bermanfaat bagi pengetahuan dan masyarakat, sehingga ia menghancurkan keduanya!". Entah ini hukum alam atau bukan, namun dalam banyak sejarah, penghancuran buku selalu disusul oleh penghancuran manusia.
Pada saat bangsa Mongol menghancurkan perpustakaan Baghdad, ada satu jenis keilmuan yang buku-bukunya tak mereka musnahkan, yaitu ilmu Fiqih. Oleh sebab demikian, agama Islam hari ini selalu berwajah Fiqih, atau setiap sikap keberagamaan selalu diukur berlandaskan kebenaran Fiqih, sehingga yang menjadi 'keributan abadi' di antara kita hanya berputar di qunut atau tidak, ziarah boleh atau tidak, niat shalat dilafalkan atau tidak, saat Tahiyat telunjuk digerakkan atau tidak, mengirim doa pada yang mati boleh atau tidak, mengusap wajah setelah shalat boleh atau tidak, dan sebagainya.
Kemudian, akibat yang tak kalah mengerikan dari penghancuran buku oleh Hulagu Khan di Baghdad adalah, umat Muslim menjadi terputus dari khazanah keilmuannya sendiri. Bagi kebanyakan kita, yang dimaksud ilmu agama yang bisa menjadi tiket menuju sorga adalah seperti ilmu tentang shalat, tentang zakat, puasa, ilmu hadits, ilmu tafsir, dan lainnya. Sedangkan seperti ilmu filsafat, sejarah, sastra, matematika, sosial, kebudayaan, fisika, dan biologi, selalu kita masukan dalam kategori 'ilmu pengetahuan umum' yang hanya sampai pada tataran duniawi. Padahal sesungguhnya, para pemikir Muslim tempo dulu, ketika mencipta atau mengembangkan ilmu yang disebut 'pengetahuan umum' itu, yang kemudian diabadikan dalam bentuk buku/kitab, inspirasi utamanya adalah al-Qur'an dan Sunnah. Inilah yang menjadi alasan kemarahan Khaled Aboe el-Fadl kepada Hulagu Khan.
Tak hanya peristiwa penghancuran buku di Baghdad yang kuceritakan dalam novel Perpustakaan Kelamin, tapi dengan menggunakan banyak referensi, aku pun membeberkan tentang sejarah penghancuran buku di banyak kurun waktu dan tempat, termasuk Indonesia. Bahkan dalam kasus Indonesia, aku melampirkan daftar judul buku yang tak boleh terbit dari masa kerajaan sampai reformasi.
Melalui catatan kecil ini, kepada para pecinta buku dan pembencinya, ingin kuucapkan; 'SELAMAT HARI (PENGHANCURAN) BUKU NASIONAL', yang dalam bulan Mei tahun 2016 ini, diperingati banyak orang dalam beragam bentuk dan ekspresi.
Oleh: Sanghyang Mughni Pancaniti
0 komentar:
Posting Komentar