Home » » MAK, AKU INGIN MENYUSULMU KE AKHIRAT

MAK, AKU INGIN MENYUSULMU KE AKHIRAT

Written By Sanghyang Mughni Pancaniti on Rabu, 09 Maret 2016 | 09.03


Nenek tua itu, akhirnya bertemu Yang Maha Sunyi di umur 101 tahun. Anaknya yang juga telah berusia senja, 65 tahun, dia tinggalkan tanpa pamit terlebih dahulu. Bukan tak ingin dia abadi, menemani buah hatinya menyusuri hari, tapi Tuhan telah amat merindukannya. Yang Maha Agung sudah tak sabar untuk memeluknya.
Ketika Malaikat maut bertamu untuk menarik nyawa, sepertinya Nenek itu protes. Jika dirinya diambil, siapa yang akan mengurus anaknya? Dia telah cacat dari semenjak kecil, tak bisa berjalan, tak mampu melakukan apa-apa tanpa bantuannya. Tapi Tuhan benar-benar sudah tak sabar untuk segera memeluknya, untuk mengganti kasih sayangnya dengan Sorga.
Aku memang tak tahu siapa Nenek ini. Beberapa hari lalu aku hanya melihat dari sebuah postingan, ada seorang Nenek mengurus anaknya yang cacat berumur 65 tahun. Melihat postingan itu, aku mendapat bukti, hubungan ibu dan anak adalah tali gaib yang tak mungkin raib. Tak peduli anaknya sakit, merepotkan, tapi darah daging tetap lah darah daging, amanat tetaplah amanat, harus dijaga, harus dicinta, titik.!
Tadi, betapa kagetnya aku melihat sebuah posting, jika Nenek ini telah menyatu lagi dengan-Nya. Wafat. Saat aku menulis catatan ini, tanganku tak henti-hentinya bergetar, tangisku yang ingin meledak terus kutahan, karena aku membayangkan, di depan tubuhnya yang sudah kaku, anaknya yang dia tinggal mati merintih seperti ini:
"Mak, apa kau bosan mengurusku? Kenapa kau pergi secepat ini? Aku tahu, aku hanya bisa merepotkanmu, hanya bisa menyusahkanmu, tapi kau tak pernah putus asa dalam mencintaiku."
"Mak, dari aku kecil, sampai sekarang berumur 65 tahun, kau lah yang memandikan tubuhku, membersihkan kotoran-kotoranku, menutupi tubuhku dengan pakaian, menyuapiku, memberiku minum, semua keperluanku kau berikan, Mak. Kau memperlakukanku, seolah aku adalah yang paling berharga di dunia ini."
"Mak, kini nafasmu telah berhenti, darahmu diam, denyutmu tak lagi berdetak, mati, aku bisa apa? Siapa yang akan menerimaku setelah kepergianmu, Mak? Siapa yang akan memberiku makan, menidurkanku, memapahku berjalan, memandikanku, dan membersikan kotoranku? Jangankan mengurusku, melihat keadaanku saja, siapapun pasti bergidik ngeri."
"Mak, enam puluh lima tahun, enam puluh lima tahun, kau tak berhenti memberi, dan aku terus menerima. Kau bahkan pernah berdoa, ingin terus hidup bersamaku, anakmu yang cacat ini, yang tak bisa apa-apa selain senyum dan bernafas. Cinta macam apa yang sedang kau tunjukkan padaku, Mak? Cinta macam apa? Dan sekarang kau malah pergi, tanpa memberi kesempatan padaku untuk menyicil hutang cinta itu."
"Mak, aku ingin menyusulmu ke akhirat, karena dunia yang tanpa kamu, pasti seperti siksa. Akan kususuri setiap lekuk Negeri Abadi itu, mencarimu, sampai ketemu. Lalu di hadapanmu, aku akan berdoa sambil tertunduk, 'Semoga Allah meridhoi ridhomu.'..."
23. Februari. 2016
Oleh: Sanghyang Mughni Pancaniti
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2013 @ Pena Sanghyang Mughni Pancaniti
"Template by Maskolis"